Senin, 19 Juli 2010

PENDUDUK MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN


BAB I
PENDAHULUAN
Hampir seluruh ahli jiwa sependapat bahwa sesungguhnya kebutuhan pokok manusia tidak hanya merupakan sandang, pangan dan papan, melainkan ada sebuah keinginan yang universal. Seperti halnya kebutuhan akan kekuasaaan dan kinginan tersebut bersifat kodrati yang berkeinginan saling cinta dan dicintai Tuhan.
Seperti halnya hubungan manusia dengan Tuhannya yang biasa disebut dengan ibadah dan hubungan manusia dengan manusia yang biasa disebut dengan sosialisasi. Manusia mengabdikan diri kepadaTuhan sebagai yang mempunyai kekuasaan tertinggi di alam jagat raya.
Keinginan dalam diri manusia mulai dari manusia paling primitive sampai dengan manusia paling modern.
Sehingga muncullah beberapa pertanyaan bagaimana pribadi seseorang mengabdikan diri kepada Tuhan dan apakah semua itu menjadi sumber kejiwaan agama. Semua pertanyaan tersebut menjadi sumber teori tentang kejiwaan agama yang akan dibahas lebih lanjut.

BAB II
PEMBAHASAN
A. TEORI TENTANG SUMBER KEJIWAAN AGAMA
1. TEORI MONISTIK (MONO=SATU)
Pendapat teori ini, bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah satu sumber kejiwaan. Selanjutnya sumber tunggal yang paling dominan dalam kejiwaan menurut sejumlah para ahli yaitu:
a. Thomas Van Aquino
Sumber keagamaan yaitu berfikir. Manusia bertuhan karena manusia menggunakan pikirannya. Hal ini membuat para ahli keagamaan menjadikan hal ini sebagai tolak ukur bahwa berfikir adalah satu-satunya motif yang menjadi sumber agama.
b. Fredrick Hegel
Sumber dari pada agama adalah suatu pengetahuan yang sungguh-sungguh benar dan tempat kebenaran abadi. Berdasarkan hal itu menjadikan bahwa agama merupakan hal atau persoalan yang hanya berhubungan dengan pikiran.
c. Fredrick Schleimacher
Yang menjadi sumber keagamaan yaitu rasa ketergantungan yang mutlak (sence of depend). Dengan adanya ketergantungan ini menusia menganggap dirinya lemah. Dan kelemahan ini lah yang menjadikan manusia tergantung dengan suatu kekuasaan yang berada diluar dirinya. Rasa ketergantungan inilah yang terbentuk adanya konsep tentang tuhan, dan merasa dirinya tidak sanggup dengan apa yang sedang dialami dirinya di alam ini.
d. Rudolf Otto
Yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah rasa kagum yang berasal dari yang sama sekali lain (the wholly other).
e. Sigmund Freud
Yang menjadi sumber kejiwaan adalah libido sexual (naluri seksual). Berdasarkan libido timbullah ide tentang keagamaan dan upacara kegamaan setelah melalui proses sebagai berikut:
1. Oedipoes Complex yakni mitos Yunani Kuno yang menceritakan bahwa karena perasaan cinta kepada ibunya Oedipoes membunuh ayahnya, kejadian berikut berawal dari manusia primitif. Mereka bersekongklol untuk membunuh ayah yang berasal dari masyarakat promiscuitas. Setelah ayahnya mati, maka timbullah rasa bersalah (sense of guilt) pada diri anak-anak itu.
2. Father Image (Citra Bapak). Setelah mereka membunuh ayah mereka dan dihantui oleh rasa bersalah itu timbullah rasa penyesalan. Perasaan itu menerbitkan ide untuk membuat suatu cara penebus kesalahan mereka yang mereka lakukan. Timbullah keinginana untuk memuja arwah ayah yang terlah mereka bunuh itu karena khawatir akan pembalasan arwah ayah tersebut. Realisasi pemujaan itu menurutnya sebagai upacara kegamaan.
Jadi dapat disimpulkan menurut Freud agama muncul dari ilusy (khayalan) manusia. Sigmund Freud bertambah yakin akan kebenaran pendapatnya berdasarkan kebencian setiap agama adalah dosa. Dan dalam lingkungannya dalam agama Nasrani Freud menyaksikan kata “Bapak” menjadi untaian setiap doa mereka.
f. William Mac Dougall
Instink yang menjadi sumber keagamaan yang lebih khusus itu tidak ada, melainkan sumber keagamaan yang merupakan seluruh kumpulan-kumpulan dari beberapa instink. Menurut Mac Dougall pada diri manusia terdapat 14 instink.
Akan tetapi para ilmuan membantah jika sumber keagamaan adalah berasal dari instink dengan alasan jika sumber keagamaan berdasarkan dari instink maka jika manusia mendengar suara Azdan maka dengan sendirinya tanpa belajarpun manusia akan langsung pergi ke Mesjid tapi untuk kenyataanya tidak seperti itu.
2. TEORI FAKULTI (Faculty teory)
Teori fakulti berpendapat bahwa tingkah laku manusia tidak hanya bersumber pada faktor yang tunggal tetapi terdiri dari beberapa unsur yang berfungsi memegang peran penting yaitu:
a. Cipta (reason) berperan untuk menentukan benar atau tidaknya ajaran suatu agama berdasarkan pertimbangan intelek seseorang.
b. Rasa (emotion) menimbulkan sikap batin yang seimbang dan positif dalam menghayati kebenaran ajaran agama.
c. Karsa (will) menimbulkan amalan-amalan yang benar atau doktrin keagamaan yang benar dan logis.
3. BEBERAPA PEMUKA TEORI FAKULTI
A. G. M. Straton
G. M. Straton mengemukakan teori konflik bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah adanya konflik dalam kejiwaan manusia, yaitu keadaan berlawanan seperti baik-buruk, moral-imoral, kepasifan-keaktifan, rendah diri dan rasa harga diri menimbulkan pertentangan (konflik) dalam diri manusia.
Jika konflik-itu sudah mencekam dari diri manusia dan mempengaruhi kejiwaannya, maka manusia itu mencari pertolongan kepada suatu pertolongan kekuasaan yang tertinggi (Tuhan). Konflik yang tergantung atas adanya dorongan pokok yang merupakan dorongan dasar (basic-urge), sebagai keadaan yang menyebabkan timbulnya konflik tersebut.
Sigmund Freud berpendapat bahwa dalam setiap organis terdapat dua konflik kejiwaan yang mendasar, yaitu:
a. Life-Urge (berumur panjang) yaitu keinginan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dari keadaan yang terdahulu agar terus berlanjut.
b. Death-Urge (hari akhirat) yaitu keinginan untuk kembali kepada keadaan semula sebagai benda mati (anorganis)
Akan tetapi ekspresi dari pertentangan life-urge dan death-urge menurut pendapat W. H. Clark yaitu merupakan sumber kejiwaan dalam diri manusia. Demikian kenyataan bahwa life-urge membawa penganut agama kearah pandangan yang positif dan liberal. Tetapi, death-urge membawa sikap pasif dan koservativisme (jumud).
B. Zakiah Daradjat
Pendapat yang dikemukakan oleh Zakiah Daradjat pada diri manusia itu terdapat kebutuhan pokok. Unsur-unsur yang dikemukakan yaitu:
1. Kebutuhan akan rasa kasih sayang yaitu kebutuhan manusia yang mendambakan rasa kasih. Akan tetapi pernyataan tersebut dalam bentuk negatifnya dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari.
2. Kebutuhan akan rasa aman merupkan kebutuhan yang mendorong manusia mengharapkan adanya perlindungan.
3. Kebutuhan akan rasa harga diri adalah kebutuhan yang bersifat individual ang mendorong manusia agar dihormati dan diakui keberadaan dirinya oleh orang lain.
4. Kebutuhan akan rasa bebas adalah kebutuhan yang menyebabkan seseorang bertindak secara bebas untuk mencapai kondisi dan situasi rasa lega.
5. Kebutuhan akan rasa sukses merupakan kebutuhan manusia yang menyebabkan manusia tersebut mendambakan rasa keinginan untuk dibina dalam bentuk penghargaan terhadap hasil karyanya.
6. Kebutuhan akan rasa ingin tahu (mengenal) adalah kebutuhan yang menyebabkan manusia selalu meneliti dan menyelidiki sesuatu.
Gabungan dari keenam macam kebutuhan tersebut menyebabkan orang membutuhkan agama.
C. W. H. THOMAS
Yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah empat macam keinginan dasar yang ada dalam jiwa manusia, yaitu:
1. Keinginan untuk keselamatan (security)
2. Keinginan untuk mendapatkan penghargaan (recognition)
3. Keinginan untuk ditanggapi (response)
4. Keinginan akan pengetahuan atau pengalaman baru (new experience)
Melalui keinginan yang telah dikemukakan diatas, pada umumnya manusia menganut agama. Melalui ajaran yang dianut secara teratur, dengan menyembah dan mengabdi diri kepada Tuhan, keinginan untuk keselamatan akan terpenuhi.
B. TIMBULNYA JIWA KEAGAMAAN PADA ANAK
Manusia dilahrkan dalam keadaan lemah fisik maupun psikis. Akan tetapi telah memiliki kemampuan bawaan yang bersifat laten yang mempunyai potensi dengan sedikit bimbingan dan pemeliharaan yang mantap, lebih-lebih pada usia dini.
Sesduai dengan prinsip pertumbuhannya, seorang anak menjadi dewasa memerlukan bimbingan sesuai dengan prinsip yang dimilikinya yaitu:
a. Prinsip biologis
Secara fisik anak yang baru dilahirkan dalam keadaan lemah, sehingga segala sesuatunya membutuhkan bantuan dari orang-orang dewasa.
b. Prinsip Tanpa Daya
Berdasarkan Psikis dan fisik seorang anak membutuhkan bantuan orang tuanya myulai sejak lahir sampai dewasa.
c. Prinsip Eksplorasi
Kemantapan dan kesempurnaan perkembangan potensi manusia yang dibawanya sejak lahir, baik jasmani maupun rohani memerlukan pengembangan melalui pemeliharan dan latihan.
Timbulnya Agama Pada Anak
Menurut para ahli anak dilahirkan bukanlah sebagai makhluk yang religius. Adapula yang berpendapat bahwa anak dilahirkan telah membawa fitrah. Fitrah itu berfungsi dikemudian hari melalui proses dan bimbingan dan latihan setelah pada tahap kematangan. Marilah kita kemukakan beberapa teori mengenai pertumbuhan agama pada anak antara lain:
1. Rasa Ketergantungan (sense of dependent)
Bayi yang dilahirkan memiliki empat macam keinginan yaitu:
- keinginan untuk perlindungan (security)
- keinginan akan pengalaman baru (new experience)
- keinginan untuk mendapatkan tanggapan (response)
- keinginan untuk dikenal (recognition)
2. Instink Keagamaan
C. PERKEMBANGAN AGAMA PADA ANAK-ANAK
Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan anak-anak melalui beberapa fase, dalam bukunya The Development of Religious on Children, mengungkapkan bahwa perkembangan keagamaan anak-anak melalui tiga tingkatan, yaitu:
D. The fairy tale stage (tingkat dongeng), biasanya berada pada usia 3-6 tahun, karena pada usia ini biasanya konsep mengenai Tuhan dipengaruhi oleh tingkat fantasi dan emosi.
E. The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan), biasanya memasuki anak memasuki sekolah dasar yang mana anak didasarkan pada realitas.
F. The Individual Stage (Tingkat Individual), pada tringkat ini anak mempunyai tingkat emosi yang paling tinggi sejalan dengan usia mereka. Konsep individual terdiri dari tiga golongan yaitu:
- konsep ke-Tuhanan yang konvesional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh luar.
- Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal (perorangan).
- Konsep ke-Tuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah menjadi etos humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan ini biasanya dipengaruhi tingkat intern.
Semua itu menunjukan bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, dan potensi agama sudah ada sejak lahir. Pada hakikatnya dengan adanya potensi bawaan adalah manusia pada hakikatnya makhluk yang beragama.
D. SIFAT-SIFAT AGAMA PADA ANAK-ANAK
Memahami konsep keagamaan pada anak-anak berarti memahami sifat kegamaan pada anak-anak. Sesuai dengan cirri maka sifat agama pada anak-anak tumbuh melalui pola ideas concept on outhority. Orang tua berpearan penuh dalam eksplorasi yang mereka miliki. Jadi ketaatan yang dimiliki anak-anak dalam beragamanya yang mereka pelajari dari orangtua dan guru mereka. Hal ini menjadikan sifat dan bentuk dan sifat agama pada diri anak dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Unreflective (Tidak mendalam). Dalam penelitian Machion tentang sejumlah konsep ke-Tuhanan pada diri anak, 73% tuhan bersifat sepaerti manusia. Akan tetapi ketajaman anak-anak akan Agama berada sekitar usia 12 tahun baru mengerti sejalan dengan pertumbuhan moral.
2. Egosentris. Seorang anak sadar akan memiliki kesadaran diri sejak tahun pertama usia perkembangannya dan akan berkembang sejalan dengan perertambahan pengalaman.
3. Anthromorphis. Konsep ke-Tuhanan basal dari hasil pengalamannya dikala ia berhubungan (interaksi) dengan orang lain. Sehingga menghasilkan bentuk fantasi berdasarkan diri pribadi masing-masing.
4. Verbalis dan Ritualis. Latihan-latihan bersifat verbalis dan upacara keagamaan yang bersifat ritualis (praktik) merupakan hal yang berarti dan merupakan salah satu cirri dari tingkat perkembangan agama pada anak-anak.
5. Imitatif. Pendidikan keagamaan (religious peadagogis) sangat mempengaruhi terwujudnya tingkah laku keagamaan (religious behaviour) melalui sifat meniru.
6. Rasa Heran. Rasa heran dan takjub ini adalah sifat ynag terahir yang diperoleh dari cerita-cerita yang menimbulkan rasa takjub.
E. PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN PADA REMAJA
1. Perkembangan Rasa Agama
Dalam pembagian tahap maka masa remaja menduduki tahap progresif. Dalam pembagiannya masa remaja agak terurai mencakup masa Juvenilitas (adolescantium), pubertas, dan nubilitas. Perkembangan agama pada para remaja ditandai oelh beberapa fakor perkembangan jasmani dan rohani. Perkembangan tersebut menurut W. Starbuck adalah:
a. Pertumbuhan pikiran dan mental, perkembangan pikiran dan mental ini mempengaruhi sikap keagamaan mereka.
b. Perkembangan Perasaan, berbagai perasaan berkembang pada masa remaja, perasaan social, etis dan estesis mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya.
c. Pertimbangan Sosial, dalam kehidupan kegamaan mereka timbullah konflik antara pertimbangan moral dan material.
d. Perkembangan Moral. Perekembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencapai proteksi. Tipe moral mencakupi pada para remaja:
- Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi.
- Adaptive, menghadapi situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.
- Submissive, meragukan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama.
- Unadjusted, belum menyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral
- Deviant, menolak dasar dan hokum keagamaan serta tatanan moral masyarakat.
e. Sikap dan Minat, terhadap masalah keagamaan sangat kecil dan ini tergantung dari kebiasaan sejak kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka.
f. Ibadah, sebagian para remaja ritual keagamaan (sembahyang) sebagai media komunikasi dengan tuhan dan ada juga yang bearanggapan bahwa Ibadah hanya sebagai ritual meditasi.

F. KONFLIK DAN KERAGUAN
Dari analisis hasil penelitian W. Starbuck menumukan penyebab timbulnya keraguan antara lain:
1. Kepribadian, yang menyangkut salah tafsir dan jenis kelamin.
Salah tafsir disini karena adanya kegagalan akan pertolongan tuhan dan mengakibatkan sifat salah tafsir akan sifat Tuhan Yang Maha pengasih dan Maha Penyayang. Hal ini bisa terjadi pada remaja yang taat beragama. Jika keraguan pada Jenis kelamin dan kematangan menentukan beberapa faktor dalam keagamaan.
2. Kesalahan Organisasi Keagamaan dan Pemuka Agama.
3. Pernyataan Kebutuhan Manusia.
4. Kebiasaan.
5. Pendidikan.
6. Percampuran antara Agama dan Mistik.
Selanjutnya secara individu sering pula terjadi keraguan yang disebabkan beberapa hal diantara lain:
1. Kepercayaan, menyangkut maslah Ke-Tuhanan dan implikasinya terutama (dalam agama Kristen) status ke-Tuhanan sebagai trinitas.
2. Tempat Suci, menyangkut masalah pemuliaan dan pengagungan tempat-tempat suci agama.
3. Alat pelengkapan keagamaan
4. Fungsi dan tugas staf dalam lembaga keagamaan.
5. Pemuka Agama
6. Perbedaan Aliran dalam keagamaan, sekte (dalam aliran Kristen) atau Mazhab (Islam).
Keraguan diatas dapat menimbulkan konflik yang muncul dalam diri remaja diantaranya:
1. Konflik yang terjadi antara percaya dan ragu.
2. Konflik yang terjadi antara pemilihan satu diantara dua macam agama atau ide keagamaan serta lembaga keagamaan.
3. Konflik yang terjadi oleh pemilihan antara ketaatan beragama atau sekularisme.
4. Konflik yang terjadi antara melepaskan kebiasaan masa lalu dengan kehidupan kegamaan yang didasarkan antara petunjuk ilahi.
Tingkat keyakinan dan ketaatan beragama para remaja, sebenarnya banyak tergantung dari mereka menyelesaikan keraguan dan konflik batin yang terjadi dalam diri. Usia remaja adalah usia yang rawan yang mempunyai karakteristik khusus dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Secara fisik anak remaja dapat tumbuh pesat seperti orang dewasa bahkan penampilan juga bisa bersikap dewasa tetapi secara psikologi belum. Berdasarkan dari pendekatan itu diharapkan para remaja akan melihat bahwa agama bukan hanya sekedar lakon ritual semata.

BAB III
PENUTUP
Melalui pendekatan dan pemetaan nilai-nilai ajaran agama yang lengkap dan utuh seperti itu, setidaknya akan memberi kesadaran baru bagi remaja dan anak-anak. Dengan demikian diharapkan remaja dan anak-anak dapat termotifasi untuk mengenal ajaran agama dalam bentuk yang sebenarnya. Agama yang mengandung nilai-nilai ajaran yang sejalan dengan fitrah manusia, universal, dan bertumpu pada pembentukan sikap akhlak mulia.

0 komentar:

Posting Komentar

Penyegaran

Koleksiku